Alkisah, seorang rekan memberikan tempe hasil buatan di laboratoriumnya di Chiba Uni. Entah apakah dia ini memang desperade kangen tempe, atau memang bagian dari penelitian untuk disertasinya, atau mau membuka bisnis tempe di Jepang. Rasa tempenya………………jauuuh dari tempe di pasar Indo (hehe). Tapi demi menyenangkan hati rekan, aku dan teman teman dengan senang hati mencicip tempe buatnya.
Tempe siapa sih orang Indo yg ga kenal. Kenapa tempe, krn sumber protein nabati yang sangat terjangkau. Tapi sekarang sangat tidak mudah terjangkau karena harga kedelai naik drastic.
Aku ga membahas harga naiknya tempe, cuman ingin cerita hasil ngobrol dengan temanku yang pengusaha pertanian. Dia menjelaskan bahwa kebanyakan kedelai konsumsi kita adalah import. Dan kebanyakan kedelai import adalah hasil Transgenik. Duuh opo itu transgenic. Bahasa jawane kata rekanku, adalah metode silangan benih sehingga menghasilkan hasil unggul. Kayak di filem2 science itu lho. Mutan.
Panjang lebar dia menjelentrehkan misalnya padi yg tahan hama dicampur padi yang wangi, hasile padi yg wangi dan ga disukai hama. Memang produksi meningkat, tanaman tahan serangan cuaca, hama. Namun transgenic menyisakan masalah. Ya itu Mutan itu tadi, misale gen yg racun (anti hama, anti penyakit) jika dikonsumsi oleh manusia. Amankah? Menurut dia ga aman dlm jangka panjang. Lha wong tikus aja ga doyan kok mau dikasih manusia, gitu bahasane. Juga menurut beberapa artikel yg kubaca sekilas.Duuuh gimana tahunya transgenic dan enggak. Sebagian produk memang dikasih label trasgenik, sebagian besar di pasaran Indo enggak.Jadi kecap, saus tomat, susu bayi pun ga tentu bebas dr transgenic. Byuuuh.
Trus makan apa donk. Sayur segar?
Ini juga belum tentu bebas dari pestisida. Belum beras yg disemprot pengawet, pemutih.
Kalau gitu aku tanam dewe bibit sayurku, ga pake pestisida.
Temanku masih tanya, bibite transgenic bukan?, dia bilang organic belum tentu bebas dari transgenik. GUBRAK. Gimana tahunya dunk, ini juga bibit dr pasar belanjaan sayur. Terus AKU MAKAN OPO DONK.
Aku ingat beberapa tahun yang lampau, aku sekeluarga mengunjungi wismanya ibu Gedong (almarhum) di Candi Dasa. Waktu itu dia mengajak kami berkeliling, dan menunjukkan sawahnya, kebun sayurnya, dan system pengairan di perkebunannya. Beliau menjelaskan bahwa bersama para “santrinya” mengusahakan secara mandiri makanan yang dikonsumsi sehari2 dari hasil sawah dan kebun, yang bebas polusi, pestisida dan segala yg ga alami.
Woow, kalau aku hidup di desa bisa juga tuh ditiru. Di kota besar kayak Jakarta ini paling yg bisa diusahakan adalah memilih bahan yg organic (dan bukan transgenik kalau masih bisa…..).Kalau suamiku orangnya ga mau repot. Asal sehat, ga pengawet, ga zat pewarna buat dia its OK. Katanya transgenic adalah solusi untuk mengatasi kurang pangan dunia.
Sedangkan kata sebuah artikel, transgenic akan menyebabkan bencana kelaparan di masa depan.Embuh yang benar yang mana.
Tadinya aku sendiri cuek (dan tidak tahu). Maklum, “penganut suku perut gendut makan apa saja pokoke enak”. Tapi karena punya anak dgn mslh perkembangan , jadi lebih memperhatikan masalah beginian.
(ibu yang mumet)
Tuesday, February 12, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment