Rasanya air mataku sudah kering kering kering.
Tidak ada tenaga untuk menangis lagi. I have no tears left to cry.
There should be another better way to deal with this what so called autism.
We have gone through 3 months of SI therapy and the homework program, but no real progress on eye contact, speech and concentration.
There should be another way that I have to find. If you know information about this, please let me know.
Friday, March 21, 2008
Jejak Dzaki
Ini record Dzaki, untuk membantu saya mengingat :
1. Lahir 27 Januari 2006, dengan operasi caesar, setelah 3 hari aku opname dan telah diberi perangsang kelahiran 10 ampul lebih, tidak ada mules, tidak ada kontraksi apapun, tidak ada pembukaan. Yang ada hanya bercak darah terus. Dokter akhirnya memutuskan untuk operasi caesar.
2. Sakit diare dan opname di usia 4 bulan. Dokter yang merawat mendeteksi gejala perkembangan yang kurang, karena Dzaki belum bisa tengkurep, selalu melihat ke atas dan miring, melengkung terus menerus, susah dibaringkan telentang. Dari hasil scan otak didapat perkembangan otak depan yang belum optimal. Oleh ahli syaraf diberi vitamin E dan asam folat, serta terapi dirumah untuk tengkurep diatas bantal.
3. Tengkurep usia 5 bulan
4. Duduk di usia 10 bulan, masih dengan vitamin otak. Vitamin dihentikan ketika sudah dapat duduk. Setelah duduk mulai merangkak usia 10-11 bulan.
5. Berdiri 11 bulan.
6. Mulai belajar jalan setelah ulangtahunnya yang pertama. Berjalan di usia 13-14 bulan, mulai memanggil "mama", "papa", "cuss",gajah", "ndak", "ya", serta bertepuk tangan dengan nyanyian "kepala, pundak, lutut, kaki"
7. Mendapatkan vaksi MMR di usia 15 bulan, berhubung vaksin campaknya terlewat. Rasanya saya telah membuat kesalahan terbesar dalam hidup ini.
8. Dzaki tidak bicara lagi, dan mulai berperilaku "aneh", diusia 18 bulan, saya bawa ke 2 ahli syarat anak, dan didiagnosa PDD-NOS, dan harus mendapatkan terapi SI.
9. Terapi SI, seminggu sekali selama 1 jam, sejak Desember 2007 hingga sekarang.
1. Lahir 27 Januari 2006, dengan operasi caesar, setelah 3 hari aku opname dan telah diberi perangsang kelahiran 10 ampul lebih, tidak ada mules, tidak ada kontraksi apapun, tidak ada pembukaan. Yang ada hanya bercak darah terus. Dokter akhirnya memutuskan untuk operasi caesar.
2. Sakit diare dan opname di usia 4 bulan. Dokter yang merawat mendeteksi gejala perkembangan yang kurang, karena Dzaki belum bisa tengkurep, selalu melihat ke atas dan miring, melengkung terus menerus, susah dibaringkan telentang. Dari hasil scan otak didapat perkembangan otak depan yang belum optimal. Oleh ahli syaraf diberi vitamin E dan asam folat, serta terapi dirumah untuk tengkurep diatas bantal.
3. Tengkurep usia 5 bulan
4. Duduk di usia 10 bulan, masih dengan vitamin otak. Vitamin dihentikan ketika sudah dapat duduk. Setelah duduk mulai merangkak usia 10-11 bulan.
5. Berdiri 11 bulan.
6. Mulai belajar jalan setelah ulangtahunnya yang pertama. Berjalan di usia 13-14 bulan, mulai memanggil "mama", "papa", "cuss",gajah", "ndak", "ya", serta bertepuk tangan dengan nyanyian "kepala, pundak, lutut, kaki"
7. Mendapatkan vaksi MMR di usia 15 bulan, berhubung vaksin campaknya terlewat. Rasanya saya telah membuat kesalahan terbesar dalam hidup ini.
8. Dzaki tidak bicara lagi, dan mulai berperilaku "aneh", diusia 18 bulan, saya bawa ke 2 ahli syarat anak, dan didiagnosa PDD-NOS, dan harus mendapatkan terapi SI.
9. Terapi SI, seminggu sekali selama 1 jam, sejak Desember 2007 hingga sekarang.
Friday, March 14, 2008
Duka, anak Indonesia
LAPAR, ANAK SD GANTUNG DIRI
Magetan-Surya, Heran melihat Teguh Miswadi, 11, tidak masuk sekolah sejak Senin (18/2), Sujarwo menjenguk salah-satu murid pintarnya itu kemarin.Pak guru Sujarwo, 45, khawatir sakit maag Teguh kambuh, dan dia ingin membawanya ke Puskesmas. Namun, tiba di rumah Teguh yang tinggal bersama neneknya di Desa Pupus, Kecamatan Lembeyan, Kab. Magetan,Sujarwo terkejut bukan kepalang. Di sebuah kamar yang tak terkunci di rumah setengah kayu dan setengah bambu itu, Sujarwo melihat siswa kesayangannya tergantung kaku. Teguh sudahtak bernyawa. Teguh bunuh diri.seutas tali tampar biru menjerat lehernya,kata Sujarwo saat ditemui Selasa (19/2). Tali itu diikatkan pada blandar atau kayu penopang atap.Menurut Sujarwo, Teguh gelap mata, sangat mungkin karena tidak tahan akan rasa sakit yang menyerang perut. Maag itu sering membuatnya mengerang. Penyakit ini seharusnya dilawan dengan makan teratur dan bergizi.Tapi, justru itulah yang tak mungkin didapatkan. Beberapa tetangga membenarkan Teguh hanya makan satu kali sehari. Kondisi Teguh yang tinggal hanya berdua dengan neneknya yang renta, memang sangat memprihatinkan. Siswa kelas 5 SDN Pupus 02, Kecamatan Lembeyan, Kabupaten Magetan ini sering mengeluh sakit perut.Teguh menderita sakit maagakut sejak cukup lama dan.tak ada yang memperhatikan secara penuh sakitnya, termasuk kebutuhan makannya,tutur Sujarwo dengan nada prihatin.Dengan kondisi keluarga Teguh yang miskin, makan sebagai kebutuhan paling dasar tampaknya memang tak sanggup dipenuhi keluarganya. Teguh tinggal bersama Mbah Ginah,76, neneknya yang buta di RT 2 RW 7 No 672 Desa Pupus, Kecamatan Lembeyan, Kabupaten Magetan. Sebetulnya tidak ada yang aneh. Anak itu mudah bergaul dengan teman sebayanya dantergolong cerdas. Hanya, dia sering tiba-tiba terdiam, kata Sukarni, 35, tetangga Mbah Ginah. Baru ketika bocah ini nekat gantung diri, orang-orang dewasa di sekitarnya melek.Betapa tersiksanya Teguh yang hanya bisa mengisi perut sekali sehari. Bahkan sebelum meregang nyawa, dia diduga sangat kesakitan. Ini terlihat dari tas sekolah, buku-buku, sepatu,serta seragam sekolah yang ada di bawahnya berantakan. Sangat mungkin Teguh yang mengenakan kaus hijau dan celana jins biru ini berkelojotan menahan sakit.Menurut Sukarni, Mbah Ginah menjadi satu-satunya orang yang dianggap paling bisamemberi perhatian pada Teguh.Tetapi, karena sudah tak bisa melihat, Mbah Ginah memiliki keterbatasan. Selain itu, kemiskinan selalu saja menjadi sandungan. Bahkan ketika bocah malang ini tinggal bersama ayahnya, Suwarno, 41, dia juga tidak mendapat perhatian apalagi dirawat layaknya seorang anak. Lagi-lagi kemiskinan yang membuat keluarga kecil ini berantakan. Kata sejumlah tetangganya, Suwarno harus berangkat ke sawah sebagaiburuh tani usai subuh dan kembali ke rumah menjelang senja. Ibu Teguh, Supartinah, 38, telah pergi merantau ke Sumatera sejak Teguh masih kecil. Hingga kini Supartinah tidak pernah kembali, sehingga tak ada yang sekadar menyapa apakah bocah ini sudah makan atau belum, apakah di rumah ada yang bisa dimakan atau tidak.Teguh kemudian memilih tinggal bersama Mbah Ginah yang tinggalnya masih sedesa dengan ayahnya. Meski sama-sama miskin, mbah yang buta ini lebih telaten,kata Sukarni. Teguh memilih mengakhiri rasa sakit dan kemiskinan itu dengan caranya sendiri. Bayu, 11, teman sebangku Teguh di kelas, menangis mendengar teman belajar dan teman bermainnyameninggal. Menurut Bayu, nilai pelajaran Teguh yang duduk di bangku terdepan ini bagus-bagus. Selalu 7 dan 8. Dia juga mampu menirukan semua bentuk lukisan maupun gambar di ataskertas,kata Bayu. Bayu ingat, ketika bermain bersama, Teguh sudah berpesan mulai Senin (18/2) tidak masuk sekolah lagi.Sabtu lalu dia bilang sakit maagnya kambuh,tuturnya. Setelah memastikan sebab kematian, Kapolsek Lembeyan, AKP Subagyo langsung menyerahkan jasad Teguh kepada keluarga untuk dimakamkan atas permintaan keluarga. Ayahnya, Suwarno, tak bisa dimintai keterangankarena pingsan setelah melihat Teguh meninggal.
Sumber : http://www.surya. co.id/web/ index.php/ Headline/ LAPAR_ANAK_ SD_GANTU\NG_ DIRI.html
Magetan-Surya, Heran melihat Teguh Miswadi, 11, tidak masuk sekolah sejak Senin (18/2), Sujarwo menjenguk salah-satu murid pintarnya itu kemarin.Pak guru Sujarwo, 45, khawatir sakit maag Teguh kambuh, dan dia ingin membawanya ke Puskesmas. Namun, tiba di rumah Teguh yang tinggal bersama neneknya di Desa Pupus, Kecamatan Lembeyan, Kab. Magetan,Sujarwo terkejut bukan kepalang. Di sebuah kamar yang tak terkunci di rumah setengah kayu dan setengah bambu itu, Sujarwo melihat siswa kesayangannya tergantung kaku. Teguh sudahtak bernyawa. Teguh bunuh diri.seutas tali tampar biru menjerat lehernya,kata Sujarwo saat ditemui Selasa (19/2). Tali itu diikatkan pada blandar atau kayu penopang atap.Menurut Sujarwo, Teguh gelap mata, sangat mungkin karena tidak tahan akan rasa sakit yang menyerang perut. Maag itu sering membuatnya mengerang. Penyakit ini seharusnya dilawan dengan makan teratur dan bergizi.Tapi, justru itulah yang tak mungkin didapatkan. Beberapa tetangga membenarkan Teguh hanya makan satu kali sehari. Kondisi Teguh yang tinggal hanya berdua dengan neneknya yang renta, memang sangat memprihatinkan. Siswa kelas 5 SDN Pupus 02, Kecamatan Lembeyan, Kabupaten Magetan ini sering mengeluh sakit perut.Teguh menderita sakit maagakut sejak cukup lama dan.tak ada yang memperhatikan secara penuh sakitnya, termasuk kebutuhan makannya,tutur Sujarwo dengan nada prihatin.Dengan kondisi keluarga Teguh yang miskin, makan sebagai kebutuhan paling dasar tampaknya memang tak sanggup dipenuhi keluarganya. Teguh tinggal bersama Mbah Ginah,76, neneknya yang buta di RT 2 RW 7 No 672 Desa Pupus, Kecamatan Lembeyan, Kabupaten Magetan. Sebetulnya tidak ada yang aneh. Anak itu mudah bergaul dengan teman sebayanya dantergolong cerdas. Hanya, dia sering tiba-tiba terdiam, kata Sukarni, 35, tetangga Mbah Ginah. Baru ketika bocah ini nekat gantung diri, orang-orang dewasa di sekitarnya melek.Betapa tersiksanya Teguh yang hanya bisa mengisi perut sekali sehari. Bahkan sebelum meregang nyawa, dia diduga sangat kesakitan. Ini terlihat dari tas sekolah, buku-buku, sepatu,serta seragam sekolah yang ada di bawahnya berantakan. Sangat mungkin Teguh yang mengenakan kaus hijau dan celana jins biru ini berkelojotan menahan sakit.Menurut Sukarni, Mbah Ginah menjadi satu-satunya orang yang dianggap paling bisamemberi perhatian pada Teguh.Tetapi, karena sudah tak bisa melihat, Mbah Ginah memiliki keterbatasan. Selain itu, kemiskinan selalu saja menjadi sandungan. Bahkan ketika bocah malang ini tinggal bersama ayahnya, Suwarno, 41, dia juga tidak mendapat perhatian apalagi dirawat layaknya seorang anak. Lagi-lagi kemiskinan yang membuat keluarga kecil ini berantakan. Kata sejumlah tetangganya, Suwarno harus berangkat ke sawah sebagaiburuh tani usai subuh dan kembali ke rumah menjelang senja. Ibu Teguh, Supartinah, 38, telah pergi merantau ke Sumatera sejak Teguh masih kecil. Hingga kini Supartinah tidak pernah kembali, sehingga tak ada yang sekadar menyapa apakah bocah ini sudah makan atau belum, apakah di rumah ada yang bisa dimakan atau tidak.Teguh kemudian memilih tinggal bersama Mbah Ginah yang tinggalnya masih sedesa dengan ayahnya. Meski sama-sama miskin, mbah yang buta ini lebih telaten,kata Sukarni. Teguh memilih mengakhiri rasa sakit dan kemiskinan itu dengan caranya sendiri. Bayu, 11, teman sebangku Teguh di kelas, menangis mendengar teman belajar dan teman bermainnyameninggal. Menurut Bayu, nilai pelajaran Teguh yang duduk di bangku terdepan ini bagus-bagus. Selalu 7 dan 8. Dia juga mampu menirukan semua bentuk lukisan maupun gambar di ataskertas,kata Bayu. Bayu ingat, ketika bermain bersama, Teguh sudah berpesan mulai Senin (18/2) tidak masuk sekolah lagi.Sabtu lalu dia bilang sakit maagnya kambuh,tuturnya. Setelah memastikan sebab kematian, Kapolsek Lembeyan, AKP Subagyo langsung menyerahkan jasad Teguh kepada keluarga untuk dimakamkan atas permintaan keluarga. Ayahnya, Suwarno, tak bisa dimintai keterangankarena pingsan setelah melihat Teguh meninggal.
Sumber : http://www.surya. co.id/web/ index.php/ Headline/ LAPAR_ANAK_ SD_GANTU\NG_ DIRI.html
Subscribe to:
Posts (Atom)