Sunday, December 02, 2007

Perjalanan Dzaki

Awalnya………

Awalnya aku mulai cemas ketika anakku sudah 18 bulan tidak pernah memanggilku “mama”. Kemampuan komunikasinya banyak berkurang semenjak dia bisa berjalan. Tadinya dia bisa mengatakan “mama, “papa”, “Cuss (suster), “Uss “(kucing), “gajah”, “ndak” , dan “ya”, bahkan memegang kepala dan menepuk perutnya kalau dinyanyikan kepala pundak lutut kaki… Namun ketika menginjak usia 15 bulan saat dia bisa berjalan, kemampuan ini seakan menghilang. Selain itu jika dipanggil tidak menoleh, jam tidurnya sangat sedikit (2-4 jam sehari), suka menjilati benda2 di sekelilingnya, suka muter muter, jalan jinjit dan menjedot2kan kepala ke tembok. Aku sangat khawatir karena aku ingat beberapa ciri-ciri autis yg pernah kupelajari di kuliah psikologi anak. Tadinya aku masih mencoba menghibur diri “ah mungkin karena dia baru bisa jalan jadi ngomongnya kurang” atau mungkin dia anak yg aktif” seperti komentar suamiku.

Kata Dokter

“ Speech delay dan berperilaku spt autistic” demikianlah catatan dokter ahli syaraf anak di RS Hermina Jatinegara yang aku rujuk pada tanggal 18 September 2007. “Terlalu dini untuk di diagnose autis” demikian penjelasannya padaku dan suamiku. Dan dokter menyarankan anakku untuk menjalani terapi selama tiga bulan untuk membantu mengurangi perilaku yang autistic dan untuk mengembangkan kemampuan berbicara, dan selebihnya memberikan stimulasi minimum 5 jam di rumah. Sebelumnya anakku juga menjalani test pendengaran di RSCM dan hasilnya bagus.
Rekomedasi ini tidak jauh berbeda dari ahli syaraf anak yg lain di Kelapa Gading yang datangi sebelumnya.
Tidak mudah untuk menerima penjelasan para dokter ini, walaupun mereka semua mengatakan bahwa masih terlalu dini untuk didiagnosa autis, tapi rasa shock, khawatir, cemas, sedih bercampur aduk. 1001 macam pertanyaan KENAPA BISA TERJADI dan dari dokter pun tidak ada jawaban yang pasti.

Tidak Mudah

Sejak ditetapkannya rekomendasi terapi, mulailah “perburuan” untuk mendapatkan tempat terapi. Tidak mudah karena tempat terapi yang direkomedasikan penuh, dan anakku harus menunggu 4 bulan ini (sementara saran dokter adalah 3 bulan terapi dan kembali dicek). Karena terlalu lama , kuputuskan untuk mengambil speech therapy dari klinik terdekat sambil menunggu panggilan dari pusat terapi yang dituju.
Dari menunggu dari bulan Agustus yang lalu (dengan mondar mandir kesana, menelepon, menitipkan pesan kepada suster), barulah aku mendapat telpon baru-baru ini dari pusat terapi tersebut bahwa anakku akan mendapat tempat untuk sekitar akhir Desember nanti.
Hasil dari speech terapi yang baru dua minggu ini pun sudah mulai menampakkan hasil walaupun sedikit sedikit. Anakku sudah mulai memanggil “mama’, “papa”, menggambar dengan crayon, mau toss dengan tangan, serta duduk manis di kursi. Ini merupakan peningkatan yang luar biasa karena perilakunya yg mirip autism sdh jauh berkurang. Tadinya yang suka muter muter, njedot njedotin kepala ke tembok, buka tutup pintu, buku dan bisa berlangsung satu jam, sejak mengikuti speech terapi dan diberikan kesibukan permainan tertentu dirumah, perilaku-perilaku tersebut sudah jarang muncul.
Nggak mudah untuk mengurangi perilaku –perilaku tersebut. Awalnya Dzaki mengamuk ketika dihentikan, baik di rumah maupun di tempat terapinya. Dia bahkan memukul sang terapis saat marah. Di rumah tidak kalah hebatnya. Dzaki kalau marah bisa satu jam ngambek dan menjerit jerit kencang sekali sampai tetangga pada tanya. Untungnya aku punya pengasuh yang super sabar dan sangat menyayangi Dzaki. Rasanya aku pun sering hopeless untuk menghadapi ngamuknya Dzaki jika perilakunya yg berulang dihentikan. Untuk mengajari memegang crayon, biscuit dan mainan mainan peraga pun dibutuhkan waktu beberapa minggu. Setelah pertemuan terapi kedua Dzaki mau memegang crayon. Setelah pertemuan ketiga Dzaki baru mau memegang satu mainan peraga. Begitu juga dirumah, untuk memegang biscuit sampai sekarang mamanya masih mengajari.
Di rumah aku sediakan mainan peraga yang serupa dengan di tempat terapi. Selain itu karena Dzaki suka music dan binatang, aku ajak dia bermain mainan alat music , dan mengenali binatang sambil bermain dengan gambar, puzzle atau filem binatang. Aku sendiri yakin walau dia seperti tidak meperhatikan, dia tetap mendengar nama nama benda, binatang atau pembicaraan. Dzaki sendiri sangat menyukai menabuh drum kecil, memetik gitar mainan, sementara aku yang menyanyi.

Hal lain

Masih tentang rekomendasi dokter, saat meunggu giliran terapi aku bertemu seorang ibu yang anaknya juga menjalani speech therapy. Dari perbincangan, dia menyarankan untuk memeriksa kan juga ke salah satu dokter ahli di RS. Hermina Jatinegara. Sabtu tgl 24 November kemarin aku kesana, dan hal baru yg aku dapatkan bahwa menurut dokter tersebut adalah terapi bisa dilakukan belakangan karena yg terpenting adalah asupan gizi. Dzaki memang berat badannya selalu kurang sejak usia satu tahun. Menurut dokter sebaiknya gizinya diperbaiki terlebih dahulu untuk menunjang perkembangan otak dan fisik. Jika gizi kurang bagus akan mempengaruhi perkembangan otak yg berpengaruh juga pd kemampuan bicara. Terapi yg melelahkan dan gizi yg tidak baik menjadikan bobot badan akan semakin turun. Beliau juga menyusuh test urin untuk mengetahui infeksi dan test darah untuk melihat asupan zat besi ke otak. Untuk seminggu, Dzaki hrs mengkonsumsi makanan cair tambahan (baca :pediasure) satu liter perhari, dan bobotnya akan dimonitor. Untung banget Dzaki slm ini mmng sudah menkonsumsi pediasure dan dia suka rasanya.

Mogok Makan
Yg terjadi, hari pertama berhasil, hari kedua separuh, hari2 berikutnya Dzaki mogok makan. Lbh parah lg dia mogok minum susu. Duuuuuuuuuuuuuuuuuuuuh Pangeran, paringono sabar.

Saat ini
Masih sambil menunggu tempat di pusat terapi, aku memutuskan tetap meneruskan speech therapy yang sedang berjalan ini tetap diteruskan, karena hasilnya positif, serta menjalani program penambahan gizi. Dzaki masih sukaaaaarrrrrrrrrrrrrrrr banget makan dan minum susu. Harapanku , semoga Tuhan memberikan kami kesabaran untuk menjalani semuanya, karena proses untuk belajar bagi Dzaki, maupun penyesuaian untuk mama papanya tidak akan sebentar.

1 comment:

Pepih Nugraha said...

Nana adalah seorang ibu yang sabar, care, dan mau berbagi waktu dengan buah hatinya, Dzaki. Saya yakin, kesabaran biasanya berbuah manis. Saya terkesan ikuti perjalanan Dzaki, karena pengalaman ini bisa dibaca orang banyak, yang mungkin punya pengalaman yang sama. Terus nulis ya, Na, biar saya menjadi tahu.